MKLI.WAHANANEWS.CO - Target empat tahun untuk melistriki seluruh desa di Indonesia terdengar besar dan ambisius di tingkat nasional.
Namun di Dusun Kiku Wanggarara, Kabupaten Sumba, Nusa Tenggara Timur, target itu hadir dalam bentuk paling sederhana: rumah yang tak lagi gelap saat malam tiba.
Baca Juga:
Ondoafi Distrik Abepura Apresiasi PLN, Jaga Keandalan Listrik Nataru di Jayapura
Dusun ini menjadi contoh bagaimana janji Presiden Prabowo Subianto mulai diuji di lapangan.
Ketika pemerintah pusat menetapkan target waktu dan angka capaian, pelaksanaannya bergantung pada apakah janji tersebut benar-benar menjangkau wilayah terpencil yang selama puluhan tahun hidup tanpa listrik.
Melalui Program Listrik Perdesaan (Lisdes), Kementerian ESDM membawa agenda nasional itu ke tingkat dusun. Di atas kertas, Lisdes adalah bagian dari strategi pemerataan energi.
Baca Juga:
Listrik Desa Jadi Pintu Masuk Industrialisasi Nias
Di lapangan, program ini berarti berakhirnya ketergantungan warga pada lampu minyak dan terbukanya aktivitas malam hari yang selama ini terhambat.
“Kami tidak pernah membayangkan kampung ini bisa dapat listrik secepat ini,” ujar Kepala Dusun Kiku Wanggarara, Yustinus Dapa Umbu.
Pemerintah mencatat masih ribuan desa dan dusun di Indonesia yang belum menikmati listrik.
Karena itu, keberhasilan di satu dusun menjadi penting bukan hanya bagi warganya, tetapi juga sebagai indikator bahwa target empat tahun bukan sekadar retorika.
“Sekarang kami percaya, janji itu memang sedang berjalan,” kata Yustinus.
Kisah Kiku Wanggarara menunjukkan bahwa pemenuhan janji nasional tidak selalu ditandai oleh seremoni besar.
Ia justru terlihat dari perubahan kecil namun mendasar: malam yang terang, anak-anak yang bisa belajar, dan warga yang mulai merencanakan usaha setelah matahari terbenam.
Dari dusun ini, janji empat tahun itu turun ke tanah. Bukan lagi sebagai slogan, melainkan sebagai pengalaman hidup yang dirasakan langsung oleh warga desa di pinggiran negeri.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]