Ratusan pohon kopi arabika tumbuh di antara puluhan pohon eukaliptus.
Tak hanya bermanfaat bagi Sudarman dan 35 petani lainnya, kebun seluas 2 hektar itu juga turut mendukung operasional PLTP Kamojang.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
“PLTP perlu air untuk dijadikan uap sehingga menghasilkan listrik. Sementara petani butuh diberdayakan agar kopi tumbuh subur dan menambah nilai jual dengan pengolahan yang baik. Jadi, saling menguntungkan,” ujarnya.
Sejak tiga tahun lalu, Sudarman dan puluhan petani lainnya bekerjasama dengan Indonesia Power sebagai pengelola PLTP Kamojang.
Petani yang sebelumnya hanya menjual buah ceri kopi, kini dapat mengolah serta menjualnya dalam bentuk beras kopi (green bean) dan bubuk.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
Bahkan, kulit kopi diolah menjadi teh kaskara sehingga bernilai ekonomi.
Ia bercerita, lima tahun lalu, buah cerik opi dijual dengan harga di bawah Rp 5.000 per kilogram kepada pengepul.
Petani belum mempunyai keterampilan dan peralatan memadai untuk mengolah kopi sehingga menghasilkan nilai tambah.