MKLI.WahanaNews.co | Pemicu utama banyaknya korban tewas di Stadion Kanjuruhan, Malang, dalam laga Arema FC vs Persebaya Surabaya disebabkan gas air mata.
Padahal, gas air mata sangat diharamkan di dunia sepakbola lantaran FIFA sudah melarang penggunaan benda tersebut.
Baca Juga:
Jelang Olimpiade Paris 2024, Erick Thohir Silaturahmi dengan Presiden FIFA
Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) punya aturan tentang penggunaan gas air mata dan senjata api saat pertandingan, pasalnya tensi emosi saat berlaga tak mampu dibaca, dan hal ini bisa memicu emosi aparat yang jaga.
Penggunaan gas air mata yang dilakukan petugas keamanan jelas telah melanggar aturan FIFA. Dalam aturan FIFA soal pengamanan dan keamanan stadion alias FIFA Stadium Safety and Security Regulations, tertuang poin penggunaan gas air mata dilarang.
“Senjata api atau gas pengendali massa (gas air mata) tidak diboleh dibawa atau digunakan,” bunyi pasal 19 b di aturan FIFA soal pengamanan dan keamanan stadion, dikutip dari WahanaNews.co, Minggu (2/10/2022).
Baca Juga:
Pembangunan Asrama Pusat Latihan Timnas Indonesia di Penajam Paser Utara Hampir Rampung
Mengutip Daily Mail, para peneliti telah mengaitkan sains di balik perilaku-perilaku para suporter bola, salah satunya adalah menyanyi bersama.
Department of Cognitive, Perceptual and Brain sciences di University College London, Daniel Richardson memberikan penjelasan ilmiahnya. Ia mengatakan nyanyian merupakan salah satu cara untuk mengubah identitas sosial mereka.
"Ketika menonton di stadion sepak bola, sebaiknya bernyanyi atau berpakaian sama, ini akan mengarahkan identitas diri yang terhubung dengan kelompok yang lebih besar," ungkapnya kepada Naked Scientists.
Ketika bernyanyi bersama, suasana hati membaik, dan detak jantung akan tersinkronasi di dalam kelompok, sehingga memperkuat ikatan dalam kelompok. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang suka memukul drum bersama-sama.
"Bernyanyi dan memukul drum dengan berirama adalah tentang menciptakan ikatan dalam komunitas, apalagi jika dilakukan dengan sinkron," ungkap antropolog Inggris di University of Oxford, Robin Dunbar.
Kegiatan-kegiatan ini mampu "menendang" sistem endorfin di dalam otak, sehingga membuat orang merasakan efek bagaikan mengonsumsi morfin.
Efeknya akan mendorong orang melakukan tindakan sama. Musik bisa menjadi social lubricant yang mencairkan suasana, termasuk di stadion Wembley yang berisikan 50 ribu penggemar.
Kericuhan terjadi dalam laga Arema vs Persebaya yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kekalahan tuan rumah di pekan ke-11 Liga 1 2022-2023, Sabtu 1 Oktober 2022 malam WIB. Semua berawal dari penonton Arema yang mencoba masuk ke lapangan karena kecewa timnya tumbang.
Petugas keamanan berusaha untuk mengontrol situasi yang tidak kondusif itu. Gas air mata pun mereka lontarkan ke arah tribun penonton.
Lalu, imbas dari lemparan gas air mata itu pun membuat para penonton di tribun menjadi panik karena membuat mata perih. Situasi pun semakin kacau karena mereka berusaha untuk mencari jalan keluar dengan berdesak-desakan.
Picu Rasa Sakit
Seperti dilansir dari Daily Start, gas air mata seringkali disebut sebagai zat Lachrymator, artinya zat tersebut dapat menyebabkan iritasi mata dan masalah lainnya.
Gas air mata biasanya merupakan unsur CS (chlorobenzylidenemalononitrile) atau CN (chloroacetophenone) dan juga OC (oleoresin capsicum). Gas tersebut juga dikenal oleh masyarakat sebagai semprotan merica.
Ilmuwan menjelaskan, beberapa zat tersebut dapat masuk ke tubuh melalui pori-pori kulit. Ia dapat menyebabkan rasa sakit hebat hingga setengah jam setelah terpapar. Zat tersebut dapat berubah menjadi cairan asam jika terkena dengan keringat, air, ataupun minyak.
Oksigen yang seharusnya berada di angka 75–100 mmHg, hipoksia menyebabkan kadar oksigen berada di bawah angka 60 mmHg. Ini gejala hipoksia yang perlu diperhatikan.
Dalam kondisi normal, oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam paru-paru, kemudian langsung dibawa menuju jantung. Dari jantung, oksigen kemudian akan disebar ke seluruh tubuh lewat pembuluh darah, termasuk menuju otak.
Namun saat terjadi hipoksia, oksigen tidak sampai ke sel dan jaringan. Kondisi ini akan membuat kadar oksigen di dalam jaringan tubuh menurun. Setelah itu, korban akan mengalami beberapa keluhan kesehatan, mulai dari pusing, hingga linglung.
Hipoksia bisa terjadi karena beberapa sebab, mulai dari faktor lingkungan hingga kondisi kesehatan tertentu. Dari faktor lingkungan, hipoksia bisa terjadi akibat rendahnya kadar oksigen di lingkungan, misalnya berada di ruang hampa udara, tenggelam, berada di ketinggian, dan lain sebagainya. Sementara untuk kondisi medis, hipoksia bisa disebabkan karena beberapa hal berikut ini:
Selain itu, hipoksia juga bisa disebabkan oleh cedera serius yang menyebabkan seseorang kehilangan banyak darah, seperti ditusuk, kecelakaan, luka tembak, dan lain sebagainya. Hipoksia bisa juga menjadi gejala komplikasi infeksi virus corona atau Covid-19.
Jika tidak ditangani dengan baik (terlebih jika Anda memiliki riwayat penyakit penyerta), kondisi ini bisa sangat berbahaya dan tak jarang berujung pada kematian. [rin/tio]