TANGGAL 27 Oktober diperingati sebagai Hari Listrik Nasional (HLN) dan tahun ini yang ke-76. Usia yang tidak muda lagi. Seusia Republik yang kita cintai ini. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan kelistrikan merupakan bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dengan tema peringatan “Terang Negeriku Tangguh Indonesiaku” kelistrikan Indonesia bertekad menebar terang hingga ke pelosok negeri demi Indonesia yang semakin tangguh menghadapi situasi pandemi dan bangkit.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Sejarah kelistrikan Indonesia sebenarnya telah dimulai pada akhir abad ke-19. Saat itu beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula, pabrik teh dan perkebunan lainnya mendirikan pembangkit tenagal istrik untuk keperluan perusahaan sendiri.
Kelistrikan untuk umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGM (Naamlooze Vennootschap Nederlandsch Indische Gas Maatschappicj) Jakarta, yang semula bergerak di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk umum.
Namun HLN mengambil momentum peristiwa nasionalisasi perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang semula dikuasai penjajah yang kemudian dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sejatah perjuangan kelistrikan Indonesia sejalan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Dunia II, maka Indonesia dikuasai Jepang. Perusahaan listrik dan gas juga diambil alih oleh Jepang, dan semua personel dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang.
Dengan jatuhnya Jepang ke tangan Sekutu, dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda dan buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang.
Setelah perusahaan-perusahaan tersebut direbut oleh para pejuang dan buruh listrik dan gas kemudian diserahkan ke pemerintah. Melalui Penetapan Pemerintah Nomor 1 tanggal 27 Oktober 1945 dibentuk Djawatan Listrik dan Gas untuk menampung perusahaan-perusahaan tersebut.
HLN bukan hanya milik PLN namun milik seluruh stakeholders kelistrikan bahkan seluruh masyarakat. Apalagi di zaman modern ini di mana kita sangat tergantung pada energi listrik untuk memudahkan aktivitas kita sehari-hari dan meningkatkan produktivitas. Listrik telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya modern kita.
Tapi pernahkah kita membayangkan bagaimana perjalanan listrik hingga sampai ke rumah kita, sampai ke kantor dan tempat kerja kita? Bagaimana perjalanan listrik sebelum kita nikmati dalam bentuk sejuknya AC, serunya acara TV, mudahnya kita memasak hingga peningkatan laju ekonomi? Listrik telah melalui proses yang sangat panjang dan berliku sejak dari pusat pembangkit di mana listrik diproduksi, melalui jaringan transmisi tegangan tinggi/ekstra tinggi, gardu induk, diturunkan tegangannya menjadi tegangan menengah dan rendah, jaringan distribusi dan sampai ke tempat kita.
Dalam perjalanan tersebut tidak jarang listrik melintasi hutan, sawah, ladang, perbukitan, perkampungan dan lain-lain. Tidak jarang pula menghadapi berbagai tantangan karena di alam terbuka. Misal, dahan dan ranting pohon yang patah dan menimpa jaringan listrik, binatang yang bermain di lintasan jaringan, tiang listrik roboh karena tertimpa pohon atau tertabrak mobil dan lain-lain. Karena itu selain disiplin petugas PLN mengontrol situasi dan kondisi jaringan, diperlukan pula partisipasi masyarakat untuk menjaga agar perjalanan listrik, yang kini telah menjadi kebutuhan pokok, bisa lancar, aman dan selamat sampai tujuan.
Di usianya yang sudah 76 tahun kelistrikan Indonesia menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan. Saat nasionalisasi 76 tahun lalu kapasitas terpasang hanya 157,5 Mega Watt (MW). Kini kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia sudah sekitar 67 ribu MW. Angka rasio elektrifikasi yang menunjukkan prosentase penduduk Indonesia yang telah terjangkau listrik mencapai 99,39%.
Sementara rasio elektrifikasi Sumatera Selatan mencapai 99,24%. Tinggal sedikit lagi dan yang tersisa adalah Saudara-saudara kita yang secara geografis tinggal di daerah terpencil, daerah remote dengan akses jalan yang sangat terbatas. Memang tidak mudah menjangkau daerah-daerah tersebut. Namun daerah ini juga akan terus berusaha dijangkau PLN agar seluruh rakyat Indonesia bisa menikmati listrik di masa kemerdekaan ini. Upaya dilakukan dengan berbagai cara, dengan berbagai sumber energi yang tersedia dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Kelistrikan Sumsel
Di Sumatera Selatan ketersediaan energi listrik sangat cukup. Dengan sebutan sebagai lumbung energi, di Sumsel terdapat banyak pusat pembangkit listrik. Kapasitas terpasang pembangkit-pembangkit di Sumsel mencapai 1.553 MW, yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bukit Asam 180 Mega Watt (MW), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Indralaya 80 MW, PLTGU Keramasan 80 MW, PLTU Simpang Belimbing 113 MW, dan pembangkit-pembangkit lain skala kecil.
Sementara beban puncak sekitar 998 MW. Dengan jumlah yang sangat cukup maka PLN siap mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Para calon investor tidak perlu ragu akan ketersediaan energi listrik. Berapa pun pelanggan minta listrik untuk berbagai keperluan dan investasi, energi listrik tersedia. Tidak perlu khawatir. Anda urus bisnisnya PLN siapkan listriknya.
Sumsel juga mengirim listrik ke provinsi lain seperti Jambi dan Lampung. Hal ini dimungkinkan karena Pulau Sumatera telah memiliki “tol listrik” atau jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 275 kilo Volt (kV) yang menjadikan sistem kelistrikannya terhubung menjadi satu sistem interkoneksi Sumatera.
Dengan demikian antar-daerah bisa saling suplai sesuai ketersediaan listrik dan kebutuhan. Listrik bisa dengan mudah dikirim dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban. Dengan interkoneksi maka berbagai keuntungan bisa didapat seperti keandalan, kualitas tegangan dan biaya produksi yang semakin murah.
Dalam waktu dekat direncanakan juga akan dikirim listrik dari Sumatera daratan ke Pulau Bangka melalui jaringan kabel laut sepanjang 35 kilometer. Saat ini proyek kabel laut Sumatera-Bangka sedang dikerjakan. Sambung menyambung menjadi satu bukan hanya lirik lagu wajib Dari Sabang Sampai Merauke, namun juga berlaku dalam operasi kelistrikan untuk memperoleh keandalan listrik dan efisiensi operasi.
Masyarakat selaku pelanggan listrik tentu memiliki tuntutan akan pelayanan PLN yang semakin meningkat. Seiring dengan perkembangan zaman maka tuntutan ini harus dipenuhi dengan berbagai upaya. Langkah PLN mentransformasi layanan dengan menyediakan aplikasi PLN mobile bagi para pelanggannya cukup fenomenal. Dengan aplikasi ini layanan listrik serasa ada di genggaman tangan. Kelahirannya kembali bersamaan dengan masa pandemi seolah menemukan konteksnya. Orang banyak berdiam di rumah, bekerja dari rumah, belanja dari rumah, belajar dari rumah. Dan layanan PLN bisa diakses dari mana saja. Mulai pasang baru, tambah daya, pengaduan gangguan, bayar rekening, beli token, semua bisa melalui aplikasi PLN mobile.
Bahkan karena pandemi, dalam rangka membatasi pertemuan, petugas catat meter yang biasanya rutin hadir bulanan di rumah bisa dikondisikan tidak perlu hadir. Layanan SwaCam melalui aplikasi PLN mobile bisa dilakukan pelanggan sendiri dengan memotret angka stand meter dan mengirimkan ke PLN melalui aplikasi tersebut. Sangat praktis dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Di peringatan HLN ke-76 tahun 2021 ini PLN telah meneguhkan cita-citanya untuk menjadi perusahaan terkemuka di Asia Tenggara dan nomor satu pilihan pelanggan untuk solusi energi. Listrik memang tidak sekadar menerangi. Namun juga power yang menopang pertumbuhan ekonomi. Tanpa listrik yang cukup mustahil ekonomi bisa tumbuh. Dengan listrik yang cukup investasi bisa bertumbuh dan roda ekonomi berputar meyakinkan. Dirgahayu kelistrikan Indonesia. (Bambang Dwiyanto, GM PLN Unit Induk Wilayah Sumsel, Jambi, Bengkulu) [dri]