"Inflasi tinggi dan perlambatan ekonomi menjadi tantangan bagi negara-negara di seluruh dunia. Baru-baru ini Bank Dunia menurunkan lagi proyeksi pertumbuhan China dan Asia pada umumnya. Perang antara Rusia dan Ukraina pun masih terus berlanjut," ucapnya.
Namun, kata Faisal, masih ada peluang perekonomian Indonesia tumbuh di tengah tantangan global tersebut. Apalagi jika perang Rusia dan Ukraina masih berlanjut, kemungkinan permintaan energi dari Indonesia oleh global masih ada meski terjadi perlambatan dari China.
Baca Juga:
Putusan MK Beri Kepastian pada Investor, Ekonom Berharap Belanja Modal Meningkat
"Ini menjadi ini salah satu alasan yang membuat kita bisa mempertahankan surplus neraca dagang berbulan-bulan. Peluang surplus masih ada, namun menyusut di ke depannya," ungkap Faisal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan keberhasilan menekan angka inflasi volatile food menjadi salah satu faktor penurunan tingkat inflasi.
Ketum Golkar itu juga mengungkapkan terus memonitor pergerakan harga komoditas pangan agar dapat segera melakukan antisipasi apabila terjadi lonjakan harga, serta menjaga rantai pasok terutama komoditas pangan.
Baca Juga:
Heboh Kabar 15 Menteri Jokowi Mundur, Sandiaga Ungkap Situasi Sebenarnya
Pemerintah pusat melalui TPIP-TPID akan terus memperkuat koordinasi maupun sinergi program kebijakan untuk stabilisasi harga dan melakukan perluasan kerja sama antar daerah (KAD), terutama untuk daerah surplus/defisit dalam menjaga ketersediaan suplai komoditas.
"Seiring upaya TPIP dan TPID dalam melakukan extra effort pengendalian inflasi, kita akan terus menekan inflasi volatile food agar dapat mencapai komitmen awal pada HLM TPIP Maret lalu yang sebesar 3 hingga 5 persen," ungkap Airlangga.
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto sektor pangan sangat menentukan pengendalian inflasi.