Lantaran etos kerja yang tinggi, Prajogo pun berhasil mendapatkan jabatan General Manager Pabrik Plywood Nusantara setelah tujuh tahun mengabdi pada grup yang menaunginya tersebut.
Hanya setahun saja Prajogo menjabat sebagai GM Djajanti Group. Ia putuskan resign dan membeli sebuah perusahaan yang sedang krisis finansial. Nama perusahaan tersebut adalah CV Pacific Lumber Coy.
Baca Juga:
Pernah Jadi Sopir Angkot, Kini Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 700 T
Prajogo meminjam sejumlah dana pada sebuah bank untuk membeli perusahaan kayu ini. Hebatnya, ia dapat mengembalikan pinjaman tersebut hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Perusahaan inilah yang kemudian berubah nama menjadi PT Barito Pacific. Pada masa orde baru, perusahaan ini maju pesat menjadi perusahaan kayu terbesar di Indonesia.
Namun kesuksesan ini tidak menghentikan langkah Prajogo untuk terus berkembang. Selanjutnya, ia melakukan ekspansi bisnis dengan mendirikan PT Chandra Asri Petrichemical Center dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk.
Baca Juga:
17 Personil SAR Jambi di Berangkatkan ke Sumbar untuk Bantuan Evakuasi Erupsi Gunung Merapi
Perusahaannya Barito Pacific Timber telah melakukan go public pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayunya pada tahun 2007. Pada tahun 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70% dari perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Pada tahun 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021. Mereka akan mulai mengembangkan situs petrokimia kedua pada 2022.
Dari kisah Prajogo telah membuktikan bahwa relasi yang luas dilengkapi dengan kejelian melihat peluang yang tepat dan kegigihan dalam bekerja dapat menghantarkan seseorang ke pintu gerbang kesuksesan. [Tio]