Selain itu, juga akan dilaksanakan implementasi pilot project untuk carbon capture, konversi kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik, penggunaan peralatan rumah tangga listrik, dan pensiun dini bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Ego mengatakan bahwa penerapan teknologi akan mengurangi pertumbuhan emisi di dekade mendatang. Namun demikian, hanya 50 persen dari teknologi yang tersedia yang dapat mendukung transisi energi, sementara sisanya seperti baja berbasis hidrogen, baterai yang lebih canggih, reaktor modular kecil, dan sebagainya, masih dalam perkembangan.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Kita harus meningkatkan variasi teknologi dengan memanfaatkan peluang teknologi, di antaranya smart storage, smart system dan digitalisasi, hidrogen, carbon capture storage, dan lain sebagainya. Selain itu, sumber daya alam Indonesia untuk mendukung roadmap transisi energi tidak hanya dari energi terbarukan, namun juga sumber daya mineral. Pemerintah memprioritaskan peningkatan nilai tambah mineral sebagai bahan baku untuk memproduksi baterai untuk kendaraan listrik dan storage untuk pembangkit EBT," terang Ego.
Ego pun menegaskan bahwa scaling up keuangan perlu dimobilisasi untuk mendorong mitigasi iklim dan adaptasi pada seluruh sektor, termasuk sektor energi yang berkontribusi sekitar 75 persen dari emisi gas rumah kaca global. International Energy Agency (IEA) juga melaporkan bahwa investasi energi bersih di ekonomi yang muncul dan berkembang perlu bertumbuh dari 150 miliar dolar AS pada 2020 hingga lebih dari 1 triliun dolar AS per tahun di akhir dekade ini untuk mempertahankan kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celcius.
"Yang terpenting, ekonomi maju harus berkontribusi dalam memobilisasi keuangan publik dan swasta untuk negara dan ekonomi berkembang. IRENA memperkirakan untuk dapat mencapai NZE pada 2050, secara global kita perlu meningkatkan tiga kali lipat investasi tahunan menjadi 4,4 triliun dolar AS untuk menerapkan energi bersih. Kita pun perlu memperkuat komitmen negara maju untuk menopang pembiayaan 100 miliar dolar AS untuk menangani perubahan iklim," ujarnya.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Blended finance dapat digunakan untuk investasi energi bersih, karena dapat menarik modal komersial ke arah proyek yang berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, bersamaan dengan menyediakan financial return kepada investor.
"Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkatalisasi investasi berkelanjutan dalam skala besar untuk bauran energi bersih untuk memastikan kelayakan proyek energi bersih dan menggunakan kebijakan dalam menciptakan lingkungan yang layak untuk investasi, termasuk melalui kerja sama untuk mendukung negara berkembang dan emerging markets mencapai target NZE," pungkas Ego. [Tio]