Sekadar informasi, penetapan pedoman penyesuaian tarif pelbagai moda angkutan jalan kelas ekonomi berbeda sesuai tingkatan. Kementerian Perhubungan untuk angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) kelas ekonomi, Dinas Perhubungan Provinsi untuk antarkota dalam provinsi (AKDP) kelas ekonomi dan taksi, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk Angkutan Perkotaan dan Perdesaan.
"Kita sudah minta, dan otomatis mereka harus bisa pro aktif. Ini kan pemerintah sama-sama pemerintah harus melakukan. Harapannya kan gitu," katanya.
Baca Juga:
Organda DIY Siapkan 600 Unit Armada untuk Penumpang Arus Mudik Lebaran
Ateng tak menampik bahwa kenaikan tarif angkutan umum ini akan menggerus okupansi atau keterisian armada. Namun, kata Ateng, mengubah tarif harus dilakukan karena tidak mungkin pihaknya menyerap kenaikan BBM tanpa mengubah tarif.
"Secara wajar pasti begitu. Ada kemungkinan itu tinggi. Jadi sekarang ini kita habis pandemi, masyarakat mau bergerak tapi dihantam (kenaikan BBM) gini, tentunya masyarakat berpikir. Jadi apakah pergerakan itu diperlukan," tutur Ateng.
"Mereka akan memilah, kalau pergerakan yang diperlukan mereka pasti akan bergerak misalkan kerja, harus berangkat menggunakan kendaraan umum. Tapi kalau yang kira-kira tujuannya lain, pasti akan terkoreksi. Dalam artian untuk tidak melakukan dulu," sambungnya.
Baca Juga:
Organda Bali Siagakan 245 Bus di Terminal Mengwi Jelang Mudik Lebaran
Sebelumnya, Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta pemerintah segera memberikan dan menetapkan pedoman penyesuaian tarif pelbagai mode angkutan jalan kelas ekonomi sesuai tingkatan.
Hal ini menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.
Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono mengatakan dngan harga baru saat ini, harga solar subsidi naik 320 persen dari sebelumnya. Sedangkan Pertalite naik 31,7 persen. Sementara, 100 persen anggota Organda memakai BBM jenis tersebut untuk operasional.